Modus Angkutan Gelap Terungkap: Bayar Rp 300 Ribu untuk Masuk Jabodetabek
- by admin
“Keberadaan angkutan umum pelat hitam karena ada kebutuhan antara pemilik kendaraan dan penumpang yang tinggi. Ada peluang beroperasinya angkutan umum pelat hitam berkembang pesat di saat pandemi,” ujar Djoko dalam keterangan tertulisnya, Jumat, 30 Juli 2021.
Djoko mengungkap, angkutan pelat hitam dapat beroperasi karena bekerja sama dengan makelar atau agen. Mereka umumnya membayar rutin kepada pihak tertentu di lingkungan aparat melalui perantara.
Untuk memasuki wilayah Jabodetabek, misalnya, angkutan pelat hitam ini membayar Rp 300 ribu per bulan. Saat kendaraan pelat kuning tidak operasi lantaran adanya pembatasan kegiatan masyarakat, perantara diduga dapat memobilisasi sejumlah angkutan umum pelat hitam untuk mengangkut penumpang.
Djoko menyebut Dinas Perhubungan DKI Jakarta telah merilis karakteristik, operasional, dan dampak angkutan pelat hitam yang beredar di Jakarta. Pengusaha umumnya tidak mengurus perizinan karena tidak memenuhi syarat sebagai perusahaan angkutan umum dan tidak membayar pajak sebagai perusahaan angkutan umum.
Angkutan juga kerap dioperasikan oleh pengemudi tembak yang tidak memiliki surat izin mengemudi atau SIM. Biasanya, pemilik kendaraan pun hanya menyerahkan armadanya kepada pengemudi tersebut tanpa melakukan uji laik jalan (KIR) dan tidak membayar asuransi jiwa ke PT Jasa Raharja.
Adapun travel gelap yang banyak ditemukan menggunakan kendaraan Toyota Hiace, Toyota Inova, Isuzu Elf, Toyota Avanza, Daihatsu GranMax berkapasitas delapan hingga 20 orang. Angkutan umum pelat hitam beroperasi di luar terminal.
Pemasaran angkutan pelat hitam dilakukan secara daring atau online melalui komunitas di media sosial. Untuk membedakan dengan angkutan pribadi, pengelola angkutan pelat hitam memberikan tanda stiket pada armadanya.
Menjamurnya angkutan pelat hitam memberikan dampak negatif bagi ekosistem transportasi di Indonesia. Djoko mengatakan angkutan gelap berpotensi meningkatkan angka penularan Covid-19. Musababnya angkutan ini kerap tidak mematuhi protokol kesehatan yang berlaku.
Keberadaan angkutan gelap juga merugikan transportasi legal dan meningkatkan angka kecelakaan. Dampak lainnya adalah kurangnya perlindungan hukum bagi penumpang dan berkurangnya pemasukan negara atau daerah .
Djoko menyayangkan ringannya sanksi bagi pelaku angkutan gelap. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, sanksi yang diberikan adalah kurungan paling lama dua bulan atau denda paling banyak Rp 500 ribu.
“Sanksi yang dikenakan pemilik kendaraan sangatlah ringan sehingga perlu merevisi Undang-undang Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan,” kata Djoko.
Angkutan gelap ini beroperasi melayani penumpang di tengah pembatasan perjalanan bus antar-kota.